Pada
stasiun kristalisasi akan diperoleh hasil (produk) dari seluruh rangkaian proses yang telah dilalui
sebelumnya. Hasil yang diperoleh ini berupa kristal gula yang tentunya harus
sesuai dengan sasaran yang dikehendaki, ialah kristal gula yang memenuhi
persyaratan pasar. Di Indonesia, mutu gula yang dihasilkan harus sesuai dengan
ketentuan yang telah dibuat yakni berdasarkan mutu SNI.
Tabel
5.1. SNI 01-3140-2001 untuk Gula Kristal Putih
Dalam memperoleh kualitas seperti
diatas masih perlu ditambahkan, dalam memperoleh kristal gula harus memenuhi
beberapa ketentuan :
1. Kehilangan
dalam proses serendah mungkin
2. Waktu
proses sependek mungkin
Untuk mendapatkan hasil seperti
yang diharapkan, maka proses dilaksanakan mengikuti cara yang sesuai.
1.
KRISTALISASI
a.
Proses
Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah proses pengkristalan molekul-molekul sukrosa dari bentuk cair ke bentuk padat / Kristal,
pada pan kristalisasi dengan cara menguapkan airnya secara terkendali.
Terbentuknya kristal dari nira dipengaruhi oleh sifat komponen nira, khususnya
sifat kelarutan bahan. Karena yang akan dibuat adalah kristal sukrosa, maka
yang utama berpengaruh adalah sifat sukrosa untuk digunakan sebagai pengendali
didalam proses kristalisasi. Hal-hal yang perlu dikuasai untuk mengendalikan
proses adalah :
1. Sifat
kelarutan sukrosa.
2. Mekanisme
kristalisasi.
3. Sifat
komponen nonsukrosa dalam nira dihubungkan dengan proses kristalisasi yang akan
terjadi.
sifat kelarutan sukrosa didalam air
diteliti oleh HERZFELD yang menemukan bahwa kelarutan gula dalam air
dipengaruhi suhu dan komponen lain yang terlarut bersama gula. Untuk kelarutan
gula murni didalam air, hubunganya dengan suhu dinyatakan sebagai berikut:
S
= 64,1835 +
0,13477t + 0,0005307t2
Dimana :
S = kadar sukrosa
T = suhu larutan
Dari hubungan diatas dapat
disimpulkan bahwa makin tinggi suhu makin besar kadar sukrosanya dan
kebalikanya bila suhunya diturunkan. Bila larutan sukrosa pada suhu toC
akan mengandung sukrosa maksimal (kelarutan sukrosa) = S %, maka selanjutnya
diketahui bila :
1. Suhu
larutan sukrosa tersebut ditinggikan t1 (t1 > t),
larutan tersebut menjadi tidak jenuh
2. Suhu
larutan sukrosa tersebut didinginkan t2 (t2 < t),
larutan tersebut menjadi kelewat jenuh, (akan muncul kristal yang tidak dapat
terlarut lagi)
Dengan keterangan diatas,dapat
disimpulkan bahwa terbentuknya kristal terjadi pada kondisi kelewat jenuh.
Untuk larutan gula, (termasuk larutan gula teknis=nira) pada umumnya kondisi
jenuh didapat apabila kadar sukrosa > 65% dengan demikian jumlah air pada
kondisi terbentuknya kristal selalu pada kadar air <35%, maka pada proses
kristalisasi banyak dilakukan dengan menggunakan perbandingan sukrosa % air.
Hubungan antara sukrosa dan air
didalam larutan dijelaskan oleh d’ORASI dengan rumusnya:
SUKROSA % AIR =
Perbedaan kandungan bahan didalam
nira berpengaruh pada kelarutan sukrosa. Perbedaan komposisi ini disebabkan
komponen batang tebu yang ada dan ini dipengaruhi oleh :
a. Jenis
(varietas) tebu.
b. Tempat
tumbuh (iklim dan kondisi tanah)
c. Perlakuan
dikebun (teknologi penanaman,pengolahan tanah,dan perlakuan saat panen)
Karena kelarutan sukrosa
dipengaruhi oleh adanya komponen lain, maka kadar sukrosa jenuh pada suhu tertentu
akan tergantung dari faktor kejenuhan yang besarnya telah diteliti oleh THIME.
HK
|
Faktor
Kejenuhan
|
100 – 86
|
1,00 – 0,95
|
86 – 68
|
0,95 – 0,90
|
68 – 58
|
0,90 – 0,85
|
58 – 50
|
0,85 – 0,80
|
50 – 42
|
0,80 – 0,75
|
42 – 35
|
0,75 – 0,70
|
35 – 30
|
0,70 – 0,65
|
Perbandingan antara sukrosa % air
suatu larutan dibandingkan sukrosa % air jenuh disebut koefisien lewat jenuh =
KLJ
KLJ =
1,00 = larutan encer
KLJ <
1,00 = larutan encer
KLJ >
1,00 = larutan lewat jenuh
Suatu larutan sukrosa (dengan HK =
r) pada suhu toC memiliki sukrosa % air = Yt, dan larutan sukrosa
jenuh murni pada toC memiliki sukrosa % air = St dan memiliki faktor
kejenuhan (dari tabel yang sesuai dengan HK = r) = fr, maka larutan ini akan
memiliki
KLJ =
Bila nira mengalami penguapan,
kandungan air akan berkurang dan % brix akan menaik berarti nilai sukrosa % air
menaik pula dan menyebabkan perubahan nilai KLJ. Jadi dengan penguapan, larutan
encer akan dapat berubah menjadi larutan lewat jenuh.
Nira kental dari penguapan yang
memiliki zat kering terlarut sekitar 65% adalah merupakan suatu larutan dibawah
jenuh (larutan encer). Untuk dapat melakukan proses kristalisasi konsentrasi
nira kental harus dinaikkan, penaikkan konsentrsi ini dilakukan dengan
melanjutkan penguapan airnya tetapi kecepatan penguapan airnya harus dapat
dikendalikan agar tujuan mendapatkan kristal dengan syarat-ayarat tertentu
dapat dicapai, sehingga kadang-kadang terpaksa harus melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tujuan penguapan air tetapi malahan menambah air agar
diperoleh hasil yang sesuai dengan yang dikehendaki.
Menurut Honig, proses kristalisasi
melewati 3 phase yaitu:
1. Phase
pembentukan inti kristal
2. Phase
pembesaran kristal sampai didapat ukuran yang dikehendaki
3. Phase
merapatkan kristal/mengakhiri konsentrasi dari masakan (memasak tua) untuk
mendapatkan hasil yang tertinggi
Untuk mendapatkan hasil yang baik,
harus dipahami sifat-sifat sukrosa didalam larutan pada tiap daerah kejenuhan.
Nama
Larutan
|
Nilai
KLJ
|
Sifat
Sukrosa Didalam Larutan
|
Encer
|
<
1,00
|
Kristal
didalam larutan encer masih dapat larut
|
jenuh
|
=
1,00
|
kristal
sukrosa tidak dapat melarut lagi
|
Meta Mantab
|
> 1, 00
|
Molekul sukrosa mampu
menempel pada kristal sukrosa yang terdapat disekitarnya (daerah pembesaran)
|
Intermediate Zone
|
> 1,00
|
Molekul sukrosa mampu
membentuk kristal kalau disekitarnya telah ada kristal yang lain
|
Labil Zone
|
> 1,00
|
Molekul sukrosa dalam
larutan mampu membentuk kristal tanpa adanya kristal lain.
|
Dalam semua proses kristalisasi
lebih disukai bila dihasilkan kristal yang sendiri-sendiri (tidak rapat) dan
memiliki besar kristal rata dan teratur. Dalam phase pembentukan inti kristal
larutan dibawa sampai konsentrasi tinggi, besarnya berbeda-beda tergantung dari
kemurnian larutan yang dikerjakan, pada proses ini mula-mula molekul sukrosa
membentuk rantai-rantai kemudian diantara rantai-rantai tersebut saling
bergabung membentuk inti kristal. Dalam phase kedua inti kristal yang telah
terbentuk tersebut dibesarkan dengan cara penambahan larutan saccharosa kepada
inti kristal yang telah terbentuk tadi. Selama pembesaran kristal dijaga supaya
konsentrasi larutan tidak menaik, sebab akan mengakibatkan inti kristal yang
baru (kristal palsu). Sebaliknya konsentrasi juga jangan menurun dibawah jenuh
karena akan menyebabkan larutnya kristal yang sudah jadi. Proses kristalisasi
dilakukan dalam sebuah pan masakan (pan kristalisasi). Pan kristalisasi
memiliki bentuk yang mirip dengan pan penguapan.yang merupakan suatu bejana
berbentuk selinder didalamnya ada suatu sekat yang dihubungkan oleh pipa-pipa.
Bahan pemanas berada diluar pipa-pipa sedang larutan sukrosa bersikulasi dalam
pipa-pipa nira. Dibagian atas dari bejana kristalisasi terdapat cukup ruang
untuk menjaga bila terjadi pemuncratan dari bahan-bahan yang sedang diolah juga
terdapat alat penangkap nira. Bahan pemanas yang digunakan adalah uap nira dan
uap bekas sebagai suplesi. Dalam melakukan proses kristalisasi dimulai dengan
penarikan larutan/bahan, dikentalkan, kemudian babonan/einwurf dimasukan, bila
inti kristal telah terbentuk segera larutan diencerkan dengan menambahkan bahan
baru dari luar, penambahan diatur sedemikian rupa sehingga inti kristal yang
telah tarbentuk tadi akan dapat dibesarkan. Karena larutan sukrosa telah
berubah menjadi kristal maka setiap saat harus selalu menambahkan larutan/bahan
baru dari luar. Penambahan larutan di PG Semboro dilakukan secara terputus
(diskontinyu) dengan bertambahnya larutan yang dimasukan berarti semakin besar
kristal dari pan, penambahan diakhiri bila sarat besar kristal telah terpenuhi,
untuk selanjutnya proses kristalisasi dalam pan dengan melanjutkan penguapan
airnya sebanyak mungkin kemudian menurunkan hasil kritalisasi tarsebut kedalam
palung pendingin.
Di PG semboro stasiun masakan
dioperasikan dengan skema masakan ACD, dengan HK masakan A > 80
Masakan A di buat dari nira kental
serta bahan-bahan lain yang kemurniannya tinggi( babonan,klare SHS, gula
leburan) sedangkan masakan C bahan utamanya adalah stroop A dan masakan D bahan
utamanya adalah stroopA/Klare C.
Makin kebelakang bahan dasar dan
masakannya memiliki kemurniannya yang semakin menurun, sehingga semakin
kebelakang proses kristalisasi semakin sukar dan semakin lama waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar